Kontroversi eksistensi PBL di kampus memang menjadi masalah yang belum selesai bagi aktivis-aktivis kampus yang peduli dengan efek sistem ini terhadap regenerasi organisasi.
PBL hadir untuk menjawab tantangan profesi dokter ke depan untuk lebih professional dalam bertindak dalam pencapaian five-star doctor. Secara objektif mari kita memandang apakah PBL benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan kualitas output dokter?
Dengan diberlakukannya sistem ini menuntut mahasiswa kedokteran untuk selalu belajar ilmu kedokteran terus-menerus. Tutorial yang lebih menekankan peran aktif mahasiswa untuk memecahkan masalah dapat memupuk sistematika berfikir serorang dokter. Lebih lagi setelah beriskusi dengan dokter-dokter dan mahasiswa di FK USU saya mengambil kesimpulan bahwa sistem PBL yang dijalankan secara ideal akan dapat memupuk skill decision maker, communicator dan Manager yang biasanya hanya didapat melalui organisasi. Dengan kata lain, dengan diberlakukannya sistem PBL, akan dapat membantu peran organisasi kemahasiswaan di kampus untuk mencetak 5-star doctor
Namun masalah muncul ketika mahasiswa terlalu sibuk dengan kuliahnya sehingga tidak dapat beraktivitas ekstra. Hal ini tentu membuat resah para aktivis organisasi kampus. Kegiatan-kegiatan yang biasanya ramai dengan mahasiswa menjadi kehilangan pasar. Lantas apa yang dapat aktivis mahasiswa lakukan?
Yang pertama adalah mari memandang bahwa pemberlakuan sistem PBL adalah merupakan sebuah revolusi pendidikan kedokteran yang wajar terjadi. Sistem ini jelas akan menjadi jalan keluar bagi penurunan kulaitas dokter Indonesia.
Selanjutnya, introspeksi kembali filosofis pendirian suatu organisasi. Dasarnya adalah kebutuhan. Jika kebutuhan-kebutuhan sudah terpenuhi secara sendirinya, maka sebenarnya organisasi itu tidak dibutuhkan lagi. Sehubungan dengan eksistensi organisasi intra kampus, mari tentu merujuk ke program pengembangan organisasi kemahasiswaan intra kampus (bisa ditanya ke bagian kemahasiswaan fakultas) dan tata laksana organisasi kemahasiswaan yang dibuat oleh badan legislatif kemahasiswaan di kampus. Sebenarnya untuk apa pendirian organisasi intra kampus? Apakah organisasi didirikan hanya untuk menyaingi organisasi lain? Atau mempertahankan eksistensi melalui regenerasi, atau hanya untuk membangun komunitas? Atau menciptakan dokter yang berkarakter? Atau apa? Tujuan yang ada haruslah kongkrit dan dapat dievaluasi.
Kemudian beranjak dari filosofis dan tujuan itu, sesuaikan dengan masalah yang muncul akibat sistem PBL. Masalah tersebut muncul karena sistem ini adalah sistem baru, malah tidak wajar seandainya perubahan sistem ini tidak menimbulkan masalah, artinya tidak ada respon. Merubah sistem PBL saat ini tentu merupakan hal yang sia-sia dan terlalu berat jika dilakukan saat ini. Sistem tidak dapat berjalan baik hanya dengan abrakadabra. Membutuhkan waktu dan pengorbanan segala hal dalam mengadaptasikan sistem ini.
Dengan demikian hal yang bijak yang dapat kita lakukan yaitu dengan mencari celah kekurangan sistem PBL dalam menciptakan dokter yang berkualitas untuk dijawab melalui aktivitas organisasi. Organisasi-organisa si kampus dapat mengambil peran maksimal dalam menciptakan community leader, care provider dan manager yang belum terlihat nyata melalui PBL. Sedangkan skill communicator, decision maker yang sudah didapat melalui tutorial dapat lebih diasah melalui organisasi.
Selain itu resetting jadual dan format kegiatan dari kegiatan-kegiatan yang berskala besar di satu waktu dapat dimodifikasi dengan kegiatan-kegiatan kecil dengan waktu yang berbeda-beda sehingga dapat mengcover mahasiswa-mahasiswa dengan jadwal yang berbeda-beda. Kegiatan-kegiatan yang ada harus menekankan pada evaluasi, target, kemampuan internal organisasi dan discipline of execution. Manajemen kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan bersama-sama dengan difasilitasi oleh organisai kemahasiswaan tertinggi di fakultas. Di FK USU, organisasi-organisa si kemahasiswaan kampus mulai menemukan titik terang dari manajemen jadual kegiatan-kegiatanny a. Seluruh organisai saling bekerjasama untuk menyesuaikan jadual, sasaran dan target yang akan dicapai. Sudah ada beberapa kegiatan yang mahasiswa-mahasiswa dengan sistem PBL sebagai panitia pelaksana dan alhamdulillah berlangsung sukses. Hal ini membuktikan PBL tidak menghentikan mahasiswa untuk beraktivitas ekstra kurikuler.
Kemudian peran mahasiswa melalui organisasi kemahasiswaan sebagai fungsi kontrol terhadap berlangsungnya sistem PBL yang ideal harus dikuatkan. Ketersediaan sarana dan prasarana, kualitas fasilitator, kesediaan waktu fasilitator untuk mahasiswa, manajemen jadual kuliah dapat menjadi bahan pengawasan sehingga sistem PBL benar-benar mampu meningkatkan afektif, kognitif dan psikomotorik mahasiswa yang merupakan indikator keberhasilan pembelajaran mahasiswa dengan sistem PBL.
Selanjutnya kuatkan keyakinan bahwa organisasi kemahasiswaan masih dibutuhkan di kampus. Kita yang berkecimpung di organisasi-organisa si tentu memiliki skill agitatif, persuasif yang selalu terasah. Mari selalu memotivasi mereka untuk berorganisasi dan yakinlah bahwa bibit-bibit unggul organisasi itu akan selalu ada karena Anda, aktivis mahasiswa. Sistem bukanlah hal yang kongkrit untuk dipermasalahkan dan akan membuang terlalu banyak energi. Namun strategi dan trik kita dalam memanfaatkan setiap kesempatan untuk mewujudkan keidealismean yang kita cita-citakan adalah hal yang nyata, sederhana dan solutif untuk dapat kita lakukan.
ZUKHROFI MUZARKETUA MAJELIS MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU PERIODE 2007-2008
+6281375459205
PBL hadir untuk menjawab tantangan profesi dokter ke depan untuk lebih professional dalam bertindak dalam pencapaian five-star doctor. Secara objektif mari kita memandang apakah PBL benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan kualitas output dokter?
Dengan diberlakukannya sistem ini menuntut mahasiswa kedokteran untuk selalu belajar ilmu kedokteran terus-menerus. Tutorial yang lebih menekankan peran aktif mahasiswa untuk memecahkan masalah dapat memupuk sistematika berfikir serorang dokter. Lebih lagi setelah beriskusi dengan dokter-dokter dan mahasiswa di FK USU saya mengambil kesimpulan bahwa sistem PBL yang dijalankan secara ideal akan dapat memupuk skill decision maker, communicator dan Manager yang biasanya hanya didapat melalui organisasi. Dengan kata lain, dengan diberlakukannya sistem PBL, akan dapat membantu peran organisasi kemahasiswaan di kampus untuk mencetak 5-star doctor
Namun masalah muncul ketika mahasiswa terlalu sibuk dengan kuliahnya sehingga tidak dapat beraktivitas ekstra. Hal ini tentu membuat resah para aktivis organisasi kampus. Kegiatan-kegiatan yang biasanya ramai dengan mahasiswa menjadi kehilangan pasar. Lantas apa yang dapat aktivis mahasiswa lakukan?
Yang pertama adalah mari memandang bahwa pemberlakuan sistem PBL adalah merupakan sebuah revolusi pendidikan kedokteran yang wajar terjadi. Sistem ini jelas akan menjadi jalan keluar bagi penurunan kulaitas dokter Indonesia.
Selanjutnya, introspeksi kembali filosofis pendirian suatu organisasi. Dasarnya adalah kebutuhan. Jika kebutuhan-kebutuhan sudah terpenuhi secara sendirinya, maka sebenarnya organisasi itu tidak dibutuhkan lagi. Sehubungan dengan eksistensi organisasi intra kampus, mari tentu merujuk ke program pengembangan organisasi kemahasiswaan intra kampus (bisa ditanya ke bagian kemahasiswaan fakultas) dan tata laksana organisasi kemahasiswaan yang dibuat oleh badan legislatif kemahasiswaan di kampus. Sebenarnya untuk apa pendirian organisasi intra kampus? Apakah organisasi didirikan hanya untuk menyaingi organisasi lain? Atau mempertahankan eksistensi melalui regenerasi, atau hanya untuk membangun komunitas? Atau menciptakan dokter yang berkarakter? Atau apa? Tujuan yang ada haruslah kongkrit dan dapat dievaluasi.
Kemudian beranjak dari filosofis dan tujuan itu, sesuaikan dengan masalah yang muncul akibat sistem PBL. Masalah tersebut muncul karena sistem ini adalah sistem baru, malah tidak wajar seandainya perubahan sistem ini tidak menimbulkan masalah, artinya tidak ada respon. Merubah sistem PBL saat ini tentu merupakan hal yang sia-sia dan terlalu berat jika dilakukan saat ini. Sistem tidak dapat berjalan baik hanya dengan abrakadabra. Membutuhkan waktu dan pengorbanan segala hal dalam mengadaptasikan sistem ini.
Dengan demikian hal yang bijak yang dapat kita lakukan yaitu dengan mencari celah kekurangan sistem PBL dalam menciptakan dokter yang berkualitas untuk dijawab melalui aktivitas organisasi. Organisasi-organisa si kampus dapat mengambil peran maksimal dalam menciptakan community leader, care provider dan manager yang belum terlihat nyata melalui PBL. Sedangkan skill communicator, decision maker yang sudah didapat melalui tutorial dapat lebih diasah melalui organisasi.
Selain itu resetting jadual dan format kegiatan dari kegiatan-kegiatan yang berskala besar di satu waktu dapat dimodifikasi dengan kegiatan-kegiatan kecil dengan waktu yang berbeda-beda sehingga dapat mengcover mahasiswa-mahasiswa dengan jadwal yang berbeda-beda. Kegiatan-kegiatan yang ada harus menekankan pada evaluasi, target, kemampuan internal organisasi dan discipline of execution. Manajemen kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan bersama-sama dengan difasilitasi oleh organisai kemahasiswaan tertinggi di fakultas. Di FK USU, organisasi-organisa si kemahasiswaan kampus mulai menemukan titik terang dari manajemen jadual kegiatan-kegiatanny a. Seluruh organisai saling bekerjasama untuk menyesuaikan jadual, sasaran dan target yang akan dicapai. Sudah ada beberapa kegiatan yang mahasiswa-mahasiswa dengan sistem PBL sebagai panitia pelaksana dan alhamdulillah berlangsung sukses. Hal ini membuktikan PBL tidak menghentikan mahasiswa untuk beraktivitas ekstra kurikuler.
Kemudian peran mahasiswa melalui organisasi kemahasiswaan sebagai fungsi kontrol terhadap berlangsungnya sistem PBL yang ideal harus dikuatkan. Ketersediaan sarana dan prasarana, kualitas fasilitator, kesediaan waktu fasilitator untuk mahasiswa, manajemen jadual kuliah dapat menjadi bahan pengawasan sehingga sistem PBL benar-benar mampu meningkatkan afektif, kognitif dan psikomotorik mahasiswa yang merupakan indikator keberhasilan pembelajaran mahasiswa dengan sistem PBL.
Selanjutnya kuatkan keyakinan bahwa organisasi kemahasiswaan masih dibutuhkan di kampus. Kita yang berkecimpung di organisasi-organisa si tentu memiliki skill agitatif, persuasif yang selalu terasah. Mari selalu memotivasi mereka untuk berorganisasi dan yakinlah bahwa bibit-bibit unggul organisasi itu akan selalu ada karena Anda, aktivis mahasiswa. Sistem bukanlah hal yang kongkrit untuk dipermasalahkan dan akan membuang terlalu banyak energi. Namun strategi dan trik kita dalam memanfaatkan setiap kesempatan untuk mewujudkan keidealismean yang kita cita-citakan adalah hal yang nyata, sederhana dan solutif untuk dapat kita lakukan.
ZUKHROFI MUZARKETUA MAJELIS MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU PERIODE 2007-2008
+6281375459205
1 komentar:
terlalu panjang artikelnya bang,
truz tulisannya datar aja, gak ada besar kecilnya.
Pasti capek orang yang bacanya termasuk fadhil........
Posting Komentar